Koneksi Antar Materi - Modul 1.4 Budaya Positif

Koneksi Antar Materi – Budaya Positif

Oleh : Putu Yoga Artana, S.Pd – Guru PJOK SMPN Satu Atap Gegelang

(CGP Angkatan 4 Kabupaten Karangasem-Bali)

 

Kesimpulan Peran CGP dalam Menciptakan Budaya Positif di Sekolah dengan Menerapkan Konsep Inti Budaya Positif serta Kaitannya dengan Filosofi Pendidikan Nasional KHD, Nilai dan Peran Guru Penggerak, dan Visi Guru Penggerak.

 

Budaya positif di lingkungan sekolah sangat mutlak untuk di wujudkan, karena sekolah merupakan wahana untuk anak mengembangkan minat dan potensinya. Terwujudnya budaya positif tidak terlepas dari dukungan seluruh warga sekolah baik kepala sekolah, guru, tenaga administrasi, komite sekolah serta yang terpenting adalah siswa. Hal yang mendasari pentingnya terwujud budaya positif disekolah tidak lain adalah memberikan kemerdekaan belajar bagi anak, melalui program Merdeka Belajar yang digaungkan oleh pemerintah.

 

Merdeka Belajar ini adalah intisari dari pemikiran-pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Adapun pokok-pokok pemikiran Ki Hadjar Dewantara antara lain, yaitu Kodrat alam dan kodrat zaman, menuntun, budi pekerti, bukan tabula rasa, menghamba pada anak, dan guru sebagai petani. Sebagai salah satu komponen dalam Pendidikan kita sebagai guru haruslah berpegang teguh pada prinsip-prinsip pemikirin Ki Hadjar Dewantara agar mampu memberikan pendidikan yang menyenangkan dan bermakna bagi anak sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Peran guru adalah menuntun layaknya seorang petani, petani tidak akan bisa mengubah bibit jagung menjadi buah mangga. Akan tetapi petani hanya bisa merawat bibit jagung dan menumbuhkannya menjadi jagung yang berkualitas dalam lahan yang mampu menopang tumbuhnya jagung.

 

Lahan diibaratkan sebagai sekolah, lingkungan sekolah yang berbudaya positif akan mampu menumbuhkan siswa yang memiliki Profil Pelajar Pancasila. Terwujudnya siswa yang memiliki Profil Pelajar Pancasila merupakan tujuan dari Merdeka Belajar. Profil Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar sepanjang hayat yang memiliki karakter dan kompetensi yang diharapkan dan mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila yang terdiri dari Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berakhlak Mulia, Berkebhinekaan Global, Bergotong royong, Kreatif, Bernalar kritis, dan Mandiri.

 

Untuk mewujudkan Merdeka Belajar sesuai dengan intisari pemikiran Ki Hadjar Dewantara, kita sebagai Calon-calon Guru Penggerak yang nantinya merupakan garda terdepan dalam menggerakkan perubahan sebagai Guru Penggerak haruslah memiliki nilai-nilai yang dipercaya. Nilai-nilai Guru Penggerak antara lain mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut diyakini dapat menggerakkan Guru Pengerak dalam menjalankan perannya, yaitu Menjadi Pemimpin Pembelajaran, Menggerakkan Komunitas Praktisi, Menjadi Coach Bagi Guru Lain, Mendorong Kolaborasi Antar Guru, dan Mewujudkan Kepemimpinan Murid. Melalui Nilai dan Peran Guru Penggerak diharapkan akan terwujudnya Merdeka Belajar di kelas maupun di sekolah.

 

Layaknya roda kehidupan yang terus berputar dan mengalami perubahan, begitu pula dalam pendidikan harus terus berubah ke arah yang lebih baik. Guru Penggerak layaknya lilin-lilin penerang jalan yang mampu memberikan arah menuju tujuan yang hendak dicapai. Guru Penggerak harus mampu menjadi penggagas perubahan dalam pendidikan baik di kelas maupun di lingkungan sekolah. Untuk melakukan perubahan, Guru Penggerak harus mampu memetakan dan mengetahui aset-aset yang dapat mendukung perubahan sekaligus kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh aset tersebut. Aset kekutan ini bisa berasal dari dalam sekolah maupun dari luar sekolah, seorang Guru Penggerak harus mampu mengoptimalkan kekuatan aset untuk mewujudkan visi murid impian yang dicita-citakan. Prakarsa perubaha ini dapat dilaksanakan dengan pendekatan berbasis kekuatan yang disebut dengan Inkuiri Apresiatif atau IA. IA menggunakan prinsip psikologi positif dan pendidikan positif dalam melaukan inisiasi perubahan. IA dilaksanakan melalui tahapan BAGJA yang terdiri dari lima tahapan yaitu : B-uat Pertanyaan Inti, A-mbil Tindakan, G-ali Mimpi, J-abarkan Proses, dan A-tur Eksekusi.

 

Sekolah diibaratkan sebagai lahan, tempat dimana bibit-bibit tumbuh dengan sentuhan petani yang memberikan air, pupuk dan perhatian. Agar dapat tumbuh optimal sesuai dengan kodratnya bibit-bibit haruslah ditanam pada lahan yang baik pula. Maka dari itu sekolah haruslah sebagai tempat belajar yang aman, nyaman, tenang, tenduh dan menyenangkan. Agar sekolah dapat menjadi tempat tumbuhnya anak-anak sesuai dengan kodratnya maka sangat penting membangun budaya positif yang didukung oleh lingkungan yang positif sekolah. Siswa akan dapat belajar, berlatih, dan mengikuti proses pendidikan dengan baik ketika mereka memiliki persepsi yang positif. Suasana positif akan membuat pembelajaran menjadi menyenangkan, terjalin hubungan harmonis antar siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan tenaga administrasi, serta siswa dengan lingkungannya.

 

Untuk mewujudkan budaya positif di kelas dan sekolah Guru Penggerak harus mampu memahami perubahan paradigma, memahami miskonsepsi tentang kontrol, perubahan dari stimulus-respons menjadi teori kontrol, serta merubah pandangan tentang dunia. Menyadari bahwa ilusi guru mengontrol murid, ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat, ilusi bahwa keritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter, dan ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa.

 

Unsur utama dalam Budaya Positif adalah Disiplin Positif. Disiplin positif penting diterapkan dalam pendidikan, agar siswa mampu bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Guru menerapkan disiplin positif agar siswa tumbuh menjadi orang yang berdisiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku yang mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik yang bersifat permanen, bukan motivasi ekstrinsik yang hanya bersifat sementara. Setiap prilaku yang dilakukan oleh manusia didasarkan pada 3 motivasi yaitu 1) untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman, 2) untuk mendapat imbalan atau penghargaan dari orang lain, dan 3) untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.

 

Keyakinan kelas penting ditumbuhkan agar siswa memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik dari dalam diri. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Keyakinan kelas bersifat lebih abstrak daripada peraturan, keyakinan kelas berupa pertanyaan-pertanyaan universal. Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif. Keyakinan kelas dibuat tidak terlalu banyak sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas. Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan, dan semua warga kelas harus ikut berkontribusi dalam pembuatannya lewat curah pendapat. Serta yang terpenting keyakinan kelas dapat ditinjau ulang dari waktu ke waktu.

 

Semua tingkah laku manusia dalam kehidupannya memiliki tujuan, semua tindakan itu baik dengan cara positif atau negatif adalah usaha untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Tingkah laku manusia didasarkan pada 5 Kebutuhan Dasar Manusia yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan (power). Oleh karena itu guru harus dapat memahami mengapa siswa melakukan tindakan negatif, sebelum melakukan upaya penanganan. Dalam melakukan upaya penangan kepada siswa yang bermasalah, posisi kontrol guru hendaknya berada pada posisi Manajer, yang menangani masalah siswa dengan cara memposisikan siswa sebagai subjek yang dapat menemukan sendiri solusi atas masalahnya. Murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Di sini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan. Sehingga siswa diberikan kesempatan untuk bisa bertindang lebih baik dari sebelumnya. Selain posisi kontrol sebagai Manajer, terdapat 4 posisi kontrol lainnya yaitu Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman dan Monitor/Pemantau. Dari lima posisi kontrol, posisi sebagai Manajerlah yang diharapkan dijalankan dalam upaya menangani permasalahn siswa.

 

Dalam mencari solusi atas permasalahan siswa, prinsip restitusi merupakan salah satu pendekatan yang menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam masalah. Penerapan Restitusi ini merupakan sebuah cara menanamkan disiplin positif pada murid.  Restitusi juga menguatkan karakter siswa, sehingga ke depan dapat berperilaku sesuai keyakinan kelas yang disepakati. Dalam prinsip restitusi, siswa diajak belajar dari kesalahan, melihat ke dalam diri, memperbaiki hubungan, dan mengembalikan siswa yang bermasalah pada kelompoknya. Restitusi dijalankan dengan Seigita Restitusi, terdiri dari 3 tahapan yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah dan menanyakan keyakinan.

 

Dapat disimpulkan bahwa keterkaitan materi-materi di modul 1.1, 1.2, 1.3 dan 1.4 dalam mewujdkan Merdeka Belajar adalah saling terkait satu dengan yang lainnya. Dengan budaya positif dalam lingkungan yang positif akan mendukung terwujudnya siswa yang Berprofil Pelajar Pancasila. Hal ini juga tidak terlepas dari berjalannya nilai dan peran Guru Penggerak untuk mendukung terwujdunya budaya positif di kelas dan sekolah sehingga tercapai visi murid yang dicita-citakan sesuai dengan prinsip-prinsip pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang semua bermuara pada Merdeka Belajar.

 

Refleksi Budaya Positif

 

Setiap anak adalah pribadi yang unik yang memiliki kodratnya masing-masing, sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Setiap anak akan dapat berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya jika tempat berkembang mereka mampu menyediakan suasana yang aman, nyaman, tenang, tenduh dan menyenangkan. Terhindar dari segala gangguan-ganguan yang dapat menghambat perkembangan mereka. Terbentuknya karakter baik pada siswa dapat terbentuk melalui penerapan Budaya Positif di kelas dan disekolah. Peran serta seluruh warga sekolah sangat penting agar terciptanya budaya positif dalam lingkungan sekolah, setiap komponen harus berjalan dan bergerak serentak dengan prinsip kolaborasi sehingga secara bersama-sama bisa menjadi tauladan bagi siswa.

 

Merubah paradigma, memahami miskonsepsi tentang kontrol, perubahan dari stimulus-respons menjadi teori kontrol, serta merubah pandangan tentang dunia perlu dilakukan. Agar guru dapat memandang penuh siswa sebagai individu yang memiliki kodratnya masing-maising. Disiplin positif dan motivasi penting untuk diterapkan agar siswa bertindak atas dasar kesadaran diri berdasarkan nilai-nilai universal dan keyakinan yang disepakati bersama, dan mengutamakan motivasi intrinsik ketimbang motivasi ekstrinsik. Keyakinan kelas yang disepakati bersama harus dijadikan acuan dan menjadi nilai-nilai yang diyakini dalam bertindak oleh warga kelas. Karena mengacu pada nilai-nilai universal, berasal dari dalam diri, dan dibuat tanpa paksaan. Dalam menghadapi permasalahan siswa, sebaiknya guru memposisikan diri sebagai Manajer, dengan memandang kebutuhan dasar manusia yang ingin dicapai oleh anak lewat tingkah lakunya. Sehingga akan adanya kolaborasi bersama antara guru dan siswa dalam memperbaiki tingkah lakunya. Penanganan masalah hendaknya diselesaikan dengan Segitiga Restitusi lewat tahapan menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah dan menanyakan keyakinan. Dengan penerapan Segitiga Restitusi guru dapat menempatkan siswa pada posisi yang diuntungkan, karena memberikan kesempatan siswa untuk memperbaiki dirinya, bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan,  belajar dari kesalahan, serta menemukan solusi sendiri atas masalah yang dihadapi.


RANCANGAN AKSI NYATA :


Komentar

Postingan populer dari blog ini

3.2.a.9. Koneksi Antar Materi (Pemimpin Dalam Pengelolaan Sumber Daya)

3.1.a.9. Koneksi Antarmateri Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran