2.2.a.9. Koneksi Antar Materi - Modul 2.2 Pembelajaran Sosial dan Emosional

 

2.2.a.9. Koneksi Antar Materi

Modul 2.2 Pembelajaran Sosial dan Emosional

Oleh : Putu Yoga Artana, S.Pd.

( CGP Angkatan 4 Kabupaten Karangasem-Bali )

 

“Dengan adanya budi pekerti, tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka (berpribadi), yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri. Inilah manusia beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya.”

(Ki Hadjar Dewantara)




Pendidikan Budi Pekerti merupakan pembelajaran tentang lahir dan batin seseorang. Pembelajaran batin bersumber pada “Tri Sakti”, yaitu cipta (pikiran), rasa, dan karsa (kemauan). Sedangkan pembelajaran lahir akan menghasilkan tenaga atau perbuatan seseorang. Pembelajaran budi pekerti ini diartikan juga sebagai pembelajaran jiwa manusia secara holistik. Holistik diartikan sebagai keseluruhan, tidak melihat manusia biologi dan manusia sosio-budaya secara terpisah-pisah, melainkan sebagai satu kesatuan yang utuh. Begitu juga dalam pendidikan harus mampu mengembangkan segala potensi yang ada pada manusia secara utuh dan menyeluruh. Hasil dari pembelajaran budi pekerti adalah bersatunya budi (gerak pikiran, perasaan, kemauan) sehingga menimbulkan tenaga (pekerti). Kebersihan budi adalah bersatunya cipta, rasa, dan karsa yang terwujud dalam tajamnya pikiran, halusnya rasa, kuatnya kemauan yang membawa pada kebijaksanaan.

Pendidikan bukan hanya proses untuk memperoleh ilmu pengetahuan namun bagaimana seorang guru atau pendidik dapat menuntun anak menemukan kodrat jati diri, karakter dan budi pekertinya. Untuk dapat menumbuhkan hal tersebut anak-anak harus selalu dilatih dengan berbagai kegiatan, mereka harus terbiasa melakukan berbagai macam keterampilan yang mereka butuhkan agar dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan menemukan solusi untuk memecahkan masalah sendiri yang mereka hadapi, dan tentu saja proses ini akan mengajarkan mereka menjadi pribadi-pribadi yang bijaksana dan berbudi pekerti luhur. Pembelajaran Sosial Emosional adalah pembelajaran berbasis keterampilan dalam mendidik yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah dan memiliki kemampuan memecahkan masalah.

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Adapun tujuan pembelajaran sosial dan emosional yaitu memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri), menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri), merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial), membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi) dan membuat keputusan yang bertanggung jawab (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab).

Sebagai seorang guru, kita kadang dihadapkan dengan beragam masalah yang ada di lingkungan sekolah, baik itu masalah dari murid, rekan kerja, orang tua, atasan, atau pun masalah yang timbul dari banyaknya tuntutan pekerjaan yang membuat guru menjadi tertekan. Keadaan seperti ini tentunya akan mengganggu proses pembelajaran di kelas karena kontrol emosi menjadi tidak stabil. Oleh karena itu, berkesadaran penuh (mindfulness) menjadi sesuatu yang harus dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Dalam berkesadaran penuh, seorang guru dapat mengelola konflik, mengelola stress, mengetahui cara berinteraksi dengan orang lain, mengetahui cara untuk memahami diri sendiri, merasakan dan mengenali pikiran, perasaan dan lingkungannya. Dengan memahami emosi diri maka akan membantu kita untuk dapat merespon terhadap kondisi yang sedang dialami secara tepat dan meresponnya secara lebih baik. Hal ini tidak hanya akan berdampak pada wellbeing diri sendiri tetapi dapat juga membantu menjadi role model  dan teladan bagi murid-murid, karena kita ketahui bahwa sosok guru merupakan sosok yang patut digugu dan ditiru oleh murid-muridnya.

Sesuai dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, guru diibaratkan sebagai seorang petani dan murid-murid adalah benih. Tugas seorang petani adalah merawat dan menjaga benih-benih tersebut, tentu saja setiap benih yang tumbuh akan berbeda-beda dalam perkembangannya serta berbeda jenisnya. Karena perbedaan ini maka diperlukan perlakuan yang berbeda-beda pula dari seorang petani. Misalkan untuk merawat benih jagung tentu saja akan berbeda dengan merawat benih padi. Benih jagung harus di rawat dengan cara menumbuhkan jagung, sedangkan benih padi harus dirawat dengan cara menumbuhkan padi. Seorang petani tidak bisa memaksakan menumbuhkan benih jagung dengan cara merawat padi. Seorang petani harus memberikan perawatan sesuai dengan kebutuhan benih-benih tersebut yang berbeda sampai semua benih tersebut berbuah.

Begitu juga sebagai seorang guru, harus peka dalam melihat keberagaman kebutuhan murid, pasti akan ada murid yang lambat, sedang, maupun cepat. Pasti akan sangat beragam walapun dalam satu kelas. Ada yang suka agama, sains, seni, olahraga, dan lain sebagainya. Ada yang suka belajar melalui penglihatan atau visual, pendengaran atau auditori, ataupun secara langusung melakukan atau kinestetik. Semua itu harus bisa guru akomodir dalam suatu proses pembelajaran yang menyenagkan dan bermakna. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru adalah dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi. Hal ini dapat menjadi jawaban atas kebutuhan setiap individu murid yang berbeda-beda yang pastinya sesuai dengan kodrat alam dan zamannya. Pembelajaran berdiferensiasi akan memenuhi setiap kebutuhan masing-masing murid dengan memperhatikan faktor kesiapan murid, minat atau bakat, dan profil belajar murid. Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan serangkaian keputusan masuk akal yang dibuat guru untuk memenuhi kebutuhan murid. Dalam proses pembelajaran hendaknya guru juga memasukan pembelajaran sosial-emosional. Pembelajaran sosial-emosional akan sangat membantu terciptanya budaya positif di kelas dan di lingkungan sekolah.

Pembelajaran Sosial Emosional adalah pembelajaran berbasis keterampilan dalam mendidik yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah dan memiliki kemampuan memecahkan masalah. Guru mendidik hati dan jiwa si anak untuk menjadi lebih baik dan nyaman dalam menerima pembelajaran yang diberikan guru, serta merasa terlindungi oleh guru dalam lingkungan pembelajaran maupun lingkungan sekolah. Adapun Kompetensi sosial-emosional (KSE) terdiri dari :

1.    Kesadaran Diri – Pengenalan Emosi

2.    Pengelolaan Diri – Mengelola Emosi dan Fokus

3.    Kesadaran Sosial – Keterampilan Berempati

4.    Keterampilan Berhubungan Sosial – Daya Lenting

5.    Pengambilan Keputusan yang bertanggung jawab

Adapun tujuan Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) adalah :

1. Memberikan Pemahaman ,penghayatan dan Kemampuan untuk mengoelola emosi

2.   Menetapkan dan mencapai tujuan positif

3.   Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain

4.   Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif

5.  Membuat keputusan yang bertanggung jawab (Responsible Decision Making)

Penerapannya Pembelajaran Social Emosional (PSE) dapat dilakukan dengan kegiatan rutin (diluar waktu belajar sekolah), terintegrasi dalam pembelajaran, dan protokol (sesuai dengan budaya atau aturan sekolah). Rutin  lewat waktu khusus di luar kegiatan akademik, misalnya kegiatan ektrakurikuler, perayaan hari-hari besar, pelatihan dan sebagainya. Terintegrasi dalam mata pelajaran, misalnya melakukan refleksi setelah menyelesaikan sebuah topik pembelajaran. Protocol lewat penerapan budaya atau tata tertib sekolah, budaya atau aturan yang sudah menjadi kesepakatan bersama dan diterapkan secara mandiri oleh murid atau sebagai kebijakan sekolah untuk merespon situasi atau kejadian tertentu.

Implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE)  dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu :

  1. Mengajarkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE)  secara spesifik dan eksplisit
  2. Mengintegrasikan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya interaksi dengan murid
  3. Mengubah kebijakan dan ekspektasi sekolah terhadap murid
  4. Mempengaruhi pola pikir murid tentang persepsi diri, orang lain dan lingkungan. 


Pendekatan SEL yang efektif seringkali menggabungkan empat elemen yang diwakili oleh akronim SAFE (https://casel.org/what-is-sel/approaches/):

1. Sequential/berurutan:   Aktivitas yang terhubung dan terkoordinasi untuk mendorong pengembangan keterampilan

2.  Active/aktif: bentuk Pembelajaran Aktif yang melibatkan murid untuk menguasai keterampilan dan sikap baru

3.     Focused/fokus: ada unsur pengembangan keterampilan sosial maupun  personal

4. Explicit/eksplisit: tertuju pada pengembangan keterampilan sosial dan emosional tertentu secara eksplisit.


Lalu apa hubungannya berkesadaran penuh (mindfulness) dengan pembelajaran sosial-emosianal? Menurut Hawkins (2017) latihan berkesadaran penuh (mindfulness) dapat membangun keterhubungan diri sendiri (self-awareness) dengan berbagai kompetensi emosi dan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kondisi berkesadaran penuh, pastilah kita bisa merespons sesuatu hal atau masalah dengan baik dan mengambil keputusan yang tepat dan bertanggung jawab. Berkesadaran penuh ini dapat dilatih oleh stiap orang tanpa terkecuali. Kita bisa melatih diri berkesadaran penuh dengan teknik S-T-O-P. Apaitu teknik STOP?, STOP merupakan akronim dari :

– Stop: kita berhenti sejenak dari aktivitas atau kegiatan

T – Take a deep breathe (tarik nafas dalam)

O – Obeserve (amati)

P – Proceed (lanjutkan)


Hubungan Mindfulness dan Kompetensi Sosial Emosional (Hawkins, 2011)

Contoh-contoh teknik yang dapat menumbuhkembagkan kompetensi sosial dan emosianal sebagai berikut :

1.   Bernafas dengan kesadaran penuh

2.   Identifikasi perasaan

3.   Melukis dengan jari

4.   Membuat jurnal diri

5.   Membuat puisi akrostik (puisi yang awal kalimat atau kata-katanya ditulis berdasrkan huruf-huruf dari judul puisi tersebut).

6.   Membuat kolase diri

7.   Memeriksa perasaan diri

8.   Menuliskan ucapan terima kasih

9.   Mengidentifikasi emosi

10.  Mindful eating

11. Cari teman baru

12. Mengenali situasi menantang

13. Latihan menyadari kondisi tubuh (body scanning)

14. Kegiatan menulis surat

15. Kegiatan role play komunikasi aktif

16. Kegiatan menulis pengalaman bekerja sama dalam kelomp



Untuk dapat mengembangkan kompetensi sosial dan emosional murid secara optimal, seorang guru harus menjalankan peran serta  memiliki nilai kemandirian, reflektif dan kolaboratif dan inovatif serta berpihak pada murid. Melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi di mana seorang guru mampu memetakan pembelajaran berdasarkan kebutuhan individu murid yang berbeda-beda berdasarkan kodrat alam dan zamannya. Mengoptimalkan kekuatan dan potensi untuk menerapkan Budaya Positif disekolah  merupakan strategi efektif dalam membentuk nilai-nilai karakter anak. Jika Pembelajaran sosial dan emosional ini menjadi budaya positif di sekolah maka akan lebih mudah diterapkan karena menjadi sebuah budaya yang menjadi komitmen bersama dalam membangun generasi bangsa cerdas dan berkarakter  mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.

Salam dan Bahagia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3.2.a.9. Koneksi Antar Materi (Pemimpin Dalam Pengelolaan Sumber Daya)

3.1.a.9. Koneksi Antarmateri Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran