2.3.a.9. Koneksi Antar Materi - Modul 2.3 Coacing
2.3.a.9. Koneksi Antar Materi
Modul 2.3 Coacing
Oleh : Putu Yoga Artana, S.Pd.
( CGP Angkatan 4 Kabupaten
Karangasem-Bali )
Tujuan
Pembelajaran Khusus :
·
CGP
menyimpulkan dan menjelaskan keterkaitan materi yang diperoleh dan membuat
refleksi berdasarkan pemahaman yang dibangun selama modul 2 dalam berbagai
media
“Orang hebat tidak dilahirkan dari
kemudahan, kesenangan, serta kenyamanan. Mereka dibentuk melalui kesulitan,
tantangan, dan air mata.”
Untuk membentuk dan mengambangakan
diri menuju arah yang lebih baik kita harus berani keluar dari zona nyaman
kita. Terus mengasah diri, berani mengambil sebuah resiko, belajar memecahkan
masalah, serta menantang diri untuk mencapai target-target yang lebih tinggi.
Dengan demikian maka akan terasah pengetahun, keterampilan, sikap dan mental
kita. Berikut ini saya sampaikan hasil koneksi antar materi pada modul 2.3
Coacing yang dikaitkan dengan materi-materi yang ada di modul 2 yaitu Memenuhi
Kebutuhan Belajar Murid melalui Pembelajaran Berdiferensiasi serta Pembelajaran
Sosial dan Emosional.
1) Pembelajaran Berdiferensiasi
Pembelajaran berdiferensiasi adalah
berbagai usaha dan keputusan-keputusan yang masuk akal (common sense) yang
diambil oleh seorang guru atau pendidik dalam menyesuaikan proses pembelajaran
di kelas yang berorientasi kepada kebutuhan murid guna untuk memenuhi kebutuhan
belajar individu setiap murid. Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar
pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan
belajar tersebut. Untuk mengetahui kebutuhan Belajar murid haruslah melalui
proses identifikasi dan pemetaan. Tiga aspek kebutuhan belajar murid terdiri
dari (1) Kesiapan Belajar (readiness), (2) Minat, dan (3) Profil Belajar
Murid. Adapun tiga strategi yang dapat digunakan dalam menerapkan pembelajaran
berdiferensiasi adalah (1) diferensiasi konten, (2) diferensiasi proses dan (3)
diferensiasi produk. Konten adalah apa yang diajarkan pada murid. Proses
mengacu pada bagaimana murid akan memahami atau memaknai tentang materi yang
akan dipelajari. Produk merupakan hasil pekerjaan atau unjuk kerja yang
harus ditunjukkan pada guru.
2) Pembelajaran Sosial dan Emosional
Pembelajaran sosial dan emosional
adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas
sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah
memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif mengenai
aspek sosial emosional. Pembelajaran sosial dan emosional berkaitan erat dengan
Pendidikan Budi Pekerti dan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Pendidikan
Budi Pekerti berarti pembelajaran tentang batin dan lahir. Pembelajaran batin
bersumber pada “Tri Sakti”, yaitu cipta (pikiran), rasa, dan karsa (kemauan),
sedangkan pembelajaran lahir yang akan menghasilkan tenaga atau perbuatan. Penguatan
Pendidikan Karakter adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan
pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah
hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama
antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan
Nasional Revolusi Mental (GNRM). Pembelajaran sosial dan emosiaonal sangat
penting diterapkan pada lingkungan pendidikan karena bertujuan untuk (1) memberikan
pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran
diri), (2) menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan
diri), (3) merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran
sosial), (4) membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan
membangun relasi), (5) membuat keputusan yang bertanggung jawab (pengambilan
keputusan yang bertanggung jawab). Implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu (1) mengajarkan
secara spesifik dan eksplisit, (2) mengintegrasikan ke dalam praktik mengajar
guru dan gaya interaksi dengan murid, (3) mengubah kebijakan dan ekspektasi
sekolah terhadap murid, dan (4) mempengaruhi pola pikir murid tentang persepsi
diri, orang lain dan lingkungan. Pendekatan yang efektif digunakan dalam
penerapan Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pendekatan SEL dengan
menggabungkan empat elemen diwakili oelh akronim SAFE.
·
Sequential/berurutan
: Aktivitas yang terhubung dan
terkoordinasi untuk mendorong pengembangan keterampilan.
·
Active/aktif :
bentuk Pembelajaran Aktif yang melibatkan murid untuk menguasai keterampilan
dan sikap baru.
·
Focused/fokus :
ada unsur pengembangan keterampilan sosial maupun personal
·
Explicit/eksplisit
: tertuju pada pengembangan keterampilan sosial dan emosional tertentu secara
eksplisit.
Coaching adalah sebuah kegiatan berdialog antara coach dengan coachee, dimana coach akan menstimulus pemikiran coachee dan memberdayakan potensi atau kekuatan yang dimiliki coachee. Dalam kegiatan coaching terjadi proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya, dengan kata kunci membuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Dalam konteks sekolah, kemampuan coaching ini sangat perlu dimiliki oleh para pendidik dalam peran sebagai pamong dengan tugas menuntun. Kita ketahui bersama berdasarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat (potensi) anak sehingga dapat memperbaiki lakunya, mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Dalam proses coaching, murid diberi kebebasan namun pendidik sebagai 'pamong' dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan mebahayakan dirinya. Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan coaching.
Hal yang mebedakan Coaching, Mentoring, dan Konseling adalah sebagai berikut :
No |
Aspek |
Coaching |
Mentoring |
Konseling |
1. |
Tujuan |
menuntun coachee untuk menemukan ide baru
atau cara untuk mengatasi tantangan yang dihadapi atau mencapai tujuan yang
dikehendaki. |
membagikan Pengalamannya
untuk membantu mentee mengembangkan dirinya |
membantu konseli memecahkan masalahnya |
2. |
Hubungan |
Membangun kemitraan yang setara dan coachee sendiri
yang mengambil keputusan. Coach hanya mengarahkan saja, coachee
lah yang membuat keputusan sendiri. |
hubungan antara seseorang yang berpengalaman dan yang
kurang berpengalaman. Mentor langsung memberikan tips bagaimana menyelesaikan
suatu masalah atau mencapai sesuatu. |
hubungan antara seorang ahli dan seseorang yang membutuhkan
bantuannya. Konselor bisa saja langsung memberi solusi. |
- Prinsip-prinsip Coaching
1.
Kemitraan : Ditandai oleh adanya tujuan percakapan yang disepakati.
Idealnya tujuan datang dari coachee.
2.
Percakapan Kreatif : Percakapan dua arah, percakapan dilakukan untuk
menggali dan memetakan situasi coachee. Percakapan ditujukan untuk
mengasilkan pemikiran atau ide-ide baru dari coachee.
3.
Memaksimalkan Potensi : Percakapan harus ditutup dengan kisimpulan yang dinyatakan
oleh coachee. Hasil percakapan ini akan menghasilkan rencana tindakan.
- Coach Mindset
Adapun
mindset yang harus dimiliki oleh seorang coach adalah sebagai berikut :
1. |
Coachee sebagai pusat |
Lakukan coaching pada coachee, bukan pada masalahnya.
Dengarkan, repon dan ajukan bertanya yang membuat coachee dapat terus
belajar dari situasinya. |
2. |
Saya terbuka dan ingin tau lebih banyak |
Bersikap terbuka bukan untuk mengoreksi coachee, tetapi
untuk terkoneksi. Bukan untuk mengkonfrontasi, tetapi untuk menghormati.
Bukan untuk memberi tahu, tetapi untuk membangunkan kesadaran diri. |
3. |
Saya menyadari semua yang terjadi setiap saat |
Seorang coach perlu menjaga kenetralan dan
objektivitas sepanjang sesi. Kenetralan ini akan mengizinkan informasi
terbuka satu persatu setiap momen, tanpa penghakiman. Ijinkan ruang untuk
hening, jeda atau refleksi. |
4. |
Saya membantu coachee melihat peluang-peluang
baru |
Coach membantu
coachee untuk mengembangkan pemikiran ke depan dengan mengajukan
pertanyaan yang membuat coachee makin mendekati apa yang mereka
inginkan, bukan mengajukan pertanyaan untuk menilai atau mengajak klien
melihat ke belakang. |
- Coaching dalam Konteks Pendidikan Menurut Filosofi Ki Hadjar Dewantara
Coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ belajar murid untuk mencapai kekuatan kodratnya. Sebagai seorang ‘pamong’, guru dapat memberikan ‘tuntunan’ melalui dialog yang memberdayakan melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif hasil dari mendengarkan aktif agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya. Ada 4 cara berpikir yang dapat melatih guru dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam setiap perjumpaan pada setiap proses komunikasi dan pembelajaran yaitu (1) murid adalah mitra belajar, (2) emansipasif, (3) kasih dan persaudaraan, serta (4) ruang perjumpaan pribadi
Paradigma Pendampingan Sistem Among :
ü Apresiasi
Dalam proses pendampingan seorang
pendamping memposisikan pembelajar sebagai
mitra dan menghormati setiap apa yang dikomunikasikan, memberikan
tanggapan positif dari apa yang
disampaikan. Apresiasi merupakan nilai yang terkandung dalam komunikasi yang memberdayakan.
ü Rencana
Setiap proses pendidikan yang kita
rancang pastilah bertujuan untuk mencapai
sesuatu, begitu pula dengan proses Pendampingan/Pembelajaran. Di konteks
coaching pendampingan dilakukan
untuk coachee dapat menggali potensi yang ada dalam diri, yang kemudian dituangkan dalam sebuah
tindakan sebagai bentuk tanggung jawab
untuk dirinya.
ü Tulus
Pada saat melakukan percakapan
pendampingan, hendaknya pendidik Tulus
memberikan waktu dan diri seutuhnya untuk pembelajar. Dengan sebuah niat
dan kesungguhan ingin membantu
pembelajar dalam pengembangan potensi mereka.
ü Inkuiri
Dalam percakapan yang memberdayakan
seorang pendidik menuntun agar pembelajar
dapat menggali, memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran
atau ide-ide baru atas situasi yang
sedang dihadapi. Dalam konteks coaching percakapannya menekankan pada proses inkuiri yaitu kekuatan
pertanyaan atau proses bertanya yang
muncul dalam dialog. Pertanyaan efektif mengaktifkan kemampuan berpikir
reflektif para murid dan keterampilan
bertanya mereka dalam pencairan makna dan jawaban atas situasi atau fenomena yang mereka hadapi
dan jalani.
Terdapat 4 (empat) keterampilan dasar
dari proses coaching, diantaranya :
1) Keterampilan membangun proses dasar
coaching
2) Keterampilan membangun hubungan baik
3) Keterampilan berkomunikasi
4) Keterampilan menfasilitasi
pembelajaran
- Coaching Model TIRTA
Pengembangan dari GROW model. TIRTA berarti air (Sansekerta). Murid diibaratkan air. Tugas
guru adalah memastikan air mengalir
tanpa sumbatan. Coaching ini sebagai alat untuk menghilangkan dan menyingkirkan
sumbatan yang ada agar air mengalir dengan lancar. Tahapan yang dilakukan dalam
model TIRTA merupakan akronim dari TIRTA itu sendiri yaitu :
1.
Tujuan Umum : menyampaikan
tujuan coaching.
2.
Identifikasi : memberikan
pertanyaan-pertanyaan dan umpan balik yang mengarah pada identifikasi potensi coachee.
3.
Rencana Aksi : memberikan
pertanyaan-pertanyaan dan umpan balik mengenai rencana aksi coachee
dalam menyelesaikan permasalahannya.
4.
TAnggung jawab
: memberikan
pertanyaan-pertanyaan dan umpan balik mengenai komitmen coachee dalam
menjalankan rencana aksinya.
Aspek Berkomunikasi untuk Mendukung Praktik Coaching
Adapun aspek-aspek komunikasi yang
harus dimiliki seorang coach dalam mendukung praktik coaching
adalah sebagai berikut :
NO |
ASPEK |
PENJELASAN |
1. |
Komunikasi
Asertif |
adalah
suatu cara komunikasi yang dilakukan secara terbuka dan dengan tetap menjaga
rasa hormat kepada lawan bicara. Pengertian lain dari komunikasi asertif
adalah komunikasi yang bersifat kuat dan juga tegas namun tetap tenang dan
santai. |
2. |
Pendengar
Aktif |
adalah
individu yang secara aktif terlibat dalam proses komunikasi tidak hanya
dengan mendengarkan pesan dengan penuh perhatian tetapi juga dengan hati-hati
memperhatikan cara pesan tersebut disampaikan. |
3. |
Bertanya
Efektif |
adalah
satu kegiatan memberikan pertanyaan pada lawan bicara sehingga dapat
memancing berpikir, mengingat dan menyebutkan. Pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan mengarah pada pertanyaan terbuka, dengan kemungkinan jawaban yang
beragam, serta memungkinkan seseorang memaknai sesuatu. |
4. |
Umpan Balik Positif |
adalah
satu-satunya hal yang dapat memotivasi semua orang untuk tetap melakukan hal
baik yang mereka kerjakan dengan bersemangat, bertekad tinggi dan kreatif. |
1. Buatlah sebuah kesimpulan dan
penjelasan mengenai peran Anda sebagai Penuntun (Sistem Among) atau seorang Coach
di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di Modul 2 yakni
Pembelajaran Berdiferensiasi dan Pembelajaran Emosi dan Sosial.
Dalam dunia pendidikan
khususnya di sekolah, filosofi Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara ternyata
sangat relevan diterapkan dalam setiap proses yang ada di dalamnya. Berdasarkan
pandangan beliau, pendidikan adalah pembudayaan buah budi manusia yang
beradab dan buah perjuangan manusia terhadap dua kekuatan yang selalu
mengelilingi hidup manusia yaitu kodrat alam dan zaman. Pendidikan itu sendiri
adalah proses ‘menuntun’ murid-murid sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman
anak agar siap menjalankan hidupnya sehingga mencapai keselamatan dan
kebahagian. Dalam lingkungan sekolah proses menuntun merupakan tanggung jawab
seorang guru / pendidik. Murid diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’
dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak
kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Inilah yang dinamakan Sistem Among,
yang sejalan dengan filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Selain itu
semangat dari ‘menuntun’ ini juga tertuang dalam semboyan Ing Ngarso Sung
Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Peran
pendidik sebagai penuntun (Sistem Among) harus didukung dengan kemampuan coaching
yang harus dimiliki setiap pendidik. Coaching adalah proses
kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis,
dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup,
pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee. Dalam
pendidikan guru adalah coach sedangkan murid adalah coachee. Dalam
proses menuntun sesuai dengan kodrat anak seorang guru harus bisa menuntun
melalui sebuah pertanyaan-pertanyaan yang reflektif dan terbuka yang kemudian
bisa menggali potensi serta kekuatan anak sesuai dengan kodratnya.
Salah satu cara seorang
guru dapat menggali potensi dan kekuatan yang dimiliki murid adalah dengan
menerapkan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah
berbagai usaha dan keputusan-keputusan yang masuk akal (common sense)
yang diambil oleh seorang guru atau pendidik dalam menyesuaikan proses
pembelajaran di kelas yang berorientasi kepada kebutuhan murid guna untuk
memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Dengan pembelajaran ini guru
akan dapat menggali kodrat dan kekuatan (minat dan bakat) yang dimiliki murid
serta dapat mengoptimalkan bakat-bakat mereka sesuai dengan kebutuhan dan
profil belajarnya masing-masing. Dengan terpenuhinya kebutuhan belajar anak
maka mereka akan merasa mendapatkan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna
karena sesuai denga kodrat yang dimiliki oleh mereka. Sehingga akan terjalin
kolaborasi yang baik dari guru dengan murid dalam proses menuntun.
Menuntun tidak hanya
berfokus pada peningkatan intelektual saja, akan tetapi sangat penting
menumbuhkan dan mengembangkan Budi Pekerti yang baik pada setiap anak sebagai
upaya mempersiapkan diri mebangun kebudayaan dimasa yang akan datang.
Pendidikan Budi Pekerti berarti pembelajaran tentang batin dan lahir.
Pembelajaran batin bersumber pada “Tri Sakti”, yaitu cipta, rasa, dan karsa. Sedangkan
pembelajaran lahir yang akan menghasilkan tenaga atau perbuatan. Dalam
pembentukan budi pekerti lewat proses among dengan bantuan metode coaching juga
sangat penting untuk mengintregrasikan serta mengoptimalkan pembelajaran sosial
emosional dalam setiap prosesnya. Sehingga akan membatu terwujudnya budaya
positif di kelas maupun di lingkungan sekolah. Dengan penerapan pembelajaran
sosial dan emosional diharapkan akan lebih optimal menggali lagi potensi bakat dan
minat anak-anak serta membantu anak-anak untuk bisa menghadapi masalah mereka
sendiri. Mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya sesuai dengan potensi
serta kekuatan yang ada pada diri anak dan pada akhirnya murid-murid akan mampu
menyelesaikan masalah mereka sendiri lewat mengenal dan mengoptimalkan kekuatan
dan potensi yang dimiliki. Lewat pembelajaran sosial dan emosional berkesadaran
penuh kita sebagai guru akan memiliki kesadaran diri, pengelolaan diri,
kesadaran sosial, keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang
bertanggung jawab. Hal ini akan mendukung peran kita menuntun anak, serta
memutuskan keputusan-keputusan yang positif yang berdampak bagi murid sebagai
seorang pamong. Menularkan lima KSE (kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran
sosial, keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)
pada murid-murid juga akan berperan dalam menyiapkan diri mereka menjalankan
hidup dan mewujudkan student wellbeing.
2. Buatlah sebuah refleksi dari
pemahaman atas keseluruhan materi Modul 2.3 bagaimana keterampilan coaching
dapat membantu profesi Anda sebagai guru dalam menjalankan pendidikan yang
berpihak pada murid.
Guru harus mampu
mengetahui, memetakan dan memenuhi kebutuhan belajar setiap individu murid yang
berbeda-beda dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dalam proses
pembelajaran. Guru juga harus memiliki kemampuan dalam mengenali emosi serta
membangun hubungan sosial-emosional dengan murid-murid agar bisa berinteraksi
dengan positif serta memberikan dampak yang baik bagi mereka. Kemampuan
menerapkan coaching dalam menjalankan peran kita sebagai ‘pamong’ dalam
menuntun murid-murid untuk dapat mengenali potensi dan kekuatan sesuai dengan
kodratnya masing-masing sangat juga sangat perlu dimiliki oleh guru. Dalam
menjalankan pendidikan yang berpihak pada murid lewat peran saya sebagai guru
dan pemimpin pembelajaran maka ‘kolaborasi’ itu penting di jalankan. Melalui
kegiatan coaching dalam proses pembelajaran maka akan terjalin kolaborasi yang
baik dari guru dengan murid. Terjadi upaya memberdayakan lewat pertanyaan-pertanyaan
reflektif hasil dari mendengarkan aktif agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya melalui
proses menuntun maka akan muncul kemandirian dalam diri anak. Untuk menjalankan
keterampilan coaching dalam proses pembelajaran pada setiap proses
komunikasi dan pembelajaran maka guru harus bisa memandang murid sebagai mitra
belajar, bersikap emansipasif, memiliki rasa kasih dan persaudaraan, serta
mampu mebentuk ruang perjumpaan pribadi yang aman dan nyaman. Dengan seluruh
kemampuan ini maka akan mampu membentuk murid-murid yang mahir dan terampil
dalam menghadapi masalah yang ada pada diri serta mampu menyelesaikannya dengan
memanfaatkan potensi dan kekuatannya sendiri. Lewat coaching inipula
akan mengajarkan murid-murid membentuk kesadaran penuh dalam diri dalam
mencapai kemerdekaan belajar serta akan ngeh dengan proses belajarnya sendiri.
Keterampilan Coaching
ini juga penting untuk di kembangkan oleh stiap komunitas belajar di sekolah,
khususnya oleh seluruh rekan-rekan guru. Agar setiap guru bisa menerapkannya
pada murid-murid mereka, sehingga secara bersama-sama berkolaborasi menciptakan
merdeka belajar bagi anak. Untuk menghimbaskan hal ini maka komunitas praktisi
di sekolah bisa menjadi wahana bagi CGP dan rekan-rekan guru berbagi dan
mengasah kemampuan coaching sehingga siap diterapkan bersama
murid-murid.
~ Salam dan Bahagia ~
Link Drive :
https://drive.google.com/file/d/1croAyBiEoQTzIMjB89_65P0ygRhua6ou/view?usp=sharing
Komentar
Posting Komentar